Islam itu berisi :

Islam itu berisi :

Friday, January 29, 2016

38. Kalimat Logis yang Disukai Iblis


Begitu banyak setan mengepung kebenaran:
"...dari golongan jin dan manusia." (Q.S. An-Nas)
www.pimpmyspace.org

Salaam, Sobat Sarang..
Kali ini saya ketengahkan topik yang tampaknya sering orang anggap sepele. Praktik berbahasa berupa penggunaan kalimat logis biasanya memainkan asas manfaat (pragmatis). Nah, adakalanya penggunaan kalimat yang logis ini selain disukai oleh kalangan akademis dan cendekia, beberapa di antaranya juga disukai oleh Iblis. :vD

Kok bisa?!! Kalimat yang seperti apa?! :~
Begini ceritanya…


Ki Sabda Langit – Hanung Bramantyo: Dua Kutub Satu Sumbu



Sobat Sarang tentu masih ingat dengan Ki Sabda Langit, sesepuh kejawen dunia maya, yang pernah dibahas blog ini di bawah tajuk Untung Aku Bukan Orang Jawa.
Nah, pada suatu kesempatan yang lain, beliau ini pernah mencetuskan filosofi rasa manis via tulisan berjudul Politik Ketuhanan. {wew, keren tenan ya, judulnya..}. Tulisan tersebut dibuat dengan model tanya jawab antara seorang A dan seorang B. Berikut ini kutipannya:


B : gula pasir itu manis, merupakan sesuatu yg pasti, dan lidah semua org bisa merasakan bahwa gula itu manis. Gula adalah unsur ragawi atau “kulit” (sembah raga), sementara rasa manis adalah hakekatnya (sembah rasa). Nah, rasa manis tidak hanya dimiliki oleh gula pasir, ada gula jawa, gula merah, gula aren, gula-gula, sakarin, madu, sari bunga, getah pohon, jagung, sari buah, dan sebagainya.

Itulah agama atau keyakinan, yang sepadan dengan berbagai materi yg manis tersebut. Anda ingin merasakan rasa manis, anda bebas memilih mau pake gula merah, gula pasir, gula aren, sakarin atau pemanis buatan, sari buah, madu, jagung (tropicana), atau yg lainnya semua terserah pilihan anda, mana yang paling anda sukai dan pas dengan selera lidah anda.


Nah…apa yg terjadi dengan umat beragama di dunia ini ? Yaitu tadi…berebut saling mengklaim bahwa rasa manis hanya bersumber dari gula pasir, umat yg lain bilang salah itu keliru dan sesat, karena yang bener sumber rasa manis adalah berasal dari sakarin. Hahaha….seperti org buta yg pegang gajah. Tapi orang buta tersebut suka menuduh org lain sebagai org buta yg pegang gajah.


A : loh..bukankah agama mempunyai misi menyebarkan kebenaran di muka bumi..?!


B : wahh, daya pikir rasio anda kok terbatas banget ya. Kok ramudheng-mudheng to !. Yah..begitulah misi agama, bahkan banyak agama misinya ya demikian itu…menyebar dan mengkampanyekan kebenaran, tapi itu tidak menjamin dunia ini tenteram dan damai ?


A : loh kok kontradiksi dengan misinya ?
B : sudah jelaskan … apa hasilnya? masing-masing agama saling berebut dirinyalah yg paling bener, bahkan terkesan memaksakan diri mbener-benerke ajarane dewe-dewe !




Para pembaca tulisan di atas jelas-jelas diarahkan untuk mempertanyakan manfaat agama, atau secara lebih lugasnya, digiring pada simpulan:
“Bertuhan itu tidak wajib beragama karena agama pada kenyataannya hanya menghasilkan orang-orang picik yang merasa benar sendiri (primordial).”   :o   

Bagaimana ilmu tauhid Islam menjawab retorika seperti ini?
Mudah saja. Sebenarnya setiap yang namanya keyakinan memang akan melahirkan rasa manis berupa ketenangan jiwa.

  • orang beragama yang meyakini adanya rumah sejati di akhirat (surga-neraka) jiwanya tenang jika ruh dan jasadnya sudah melaksanakan perintah dan menjauhi larangan;
  • orang kebatinan seperti kejawen, jiwanya akan tenang jika jiwo-rogonya sudah selaras dengan alam semesta, tanpa perlu mengakui adanya surga dan neraka; 
  • orang ateis juga jiwanya tenang dengan keyakinannya memanjakan diri bahwa Tuhan itu tidak ada.

Di titik ini, Ki Sabda ada benarnya, meski tidak secara mutlak. Sebab kualitas ketenangan jiwa orang beragama berbeda dengan orang tidak beragama. Dari mana saya bisa memastikan seperti itu? Apa tolak ukurnya (parameternya)?


Lembaga yang disebut agama, sama persis dengan suatu negara. Ia memerlukan landasan "konstitusi" yang kuat dan teruji untuk mendapat pengakuan secara luas. Agama sebagai suatu lembaga spiritual-ketuhanan memiliki apa yang tidak dimiliki komunitas kebatinan maupun komunitas keingkaran. Silakan cermati tabel di bawah ini.


Agama
Kebatinan
Ateisme
dasar hukum
kitab suci: teruji secara ilmiah dan imani;
ajeg
primbon warisan leluhur: kadang-kadang petunjuknya sesuai
dan kadang-kadang terbukti secara imani;
labil

logika: keterujiannya disesuaikan dengan penemuan ilmiah terkini;
labil
penyampai  risalah
para nabi yang tercatat dalam 
sejarah dunia
orang sakti yang bisa kontak dengan roh leluhur (jin); hanya tercatat di buku primbon

para filsuf pelopor pemikiran; tercatat dalam sejarah dunia sebagian besar mati bunuh diri
teladan pengamalan (sunah)
segala yang terjadi pada diri nabi: ucapan dan perbuatan, termasuk cara beribadah, makan, minum, tidur, menikah, dll.
segala yang diwejangkan roh leluhur (jin) yang
disesuaikan dengan adat masing-masing
diri pribadi
masing-masing,
makan-minum-tidur-kawin semaunya, yang penting tidak mengganggu orang lain

pemeluk
multietnis global dengan
satu pedoman
yang sama
sempalan etnis atau komunitas tertentu dengan pedoman primbon masing-masing

multietnis dengan jumlah pedoman berbanding lurus dengan jumlah pribadinya




Kelemahan-kelemahan seperti inilah yang sebenarnya coba disembunyikan Ki Sabda dari perhatian para pemeluk agama. Siasat pengalihan yang cerdas:  menggoyang keyakinan orang tentang lembaga agama agar tidak seorang pun menyadari cacat hakiki dalam kejawenisme.


Apa buktinya? Ada fenomena seperti ini: jika ada prinsip kejawen yang dimirip-miripkan dengan yang ada dalam ajaran agama, biasanya pengistilahannya disandingkan. Istilah kerennya: numpang beken.   8)


Sabda Langit:
1)  Syariat; dalam falsafah Jawa syariat memiliki makna sepadan dengan Sembah Rogo
2)  Tarikat; dalam falsafah Jawa maknanya adalah Sembah Kalbu.
3)  Hakikat; dimaknai sebagai Sembah Jiwa atau ruh (ruhullah).
4)  Makrifat; merupakan tataran tertinggi yakni Sembah Rasa atau sir (sirullah).,,,
,,,Hawa nafsu (lauwamah, amarah, supiyah) secara kejawen diungkapkan dalam bentuk akronim, yakni apa yang disebut M5 atau malima;,,,



Sebaliknya, jika ada prinsip agama yang tidak ada di kejawen, mereka mencemoohnya.   :tdown


Suprayitno:
Sepanjang sejarah, yang namanya agama, tuhan, surga, neraka, malaikat, setan, iblis dan yang gaib-gaib lainnya memang menjadi komoditas yang sangat mengasyikkan untuk diceritakan dan ditanamkan baik sebagai musuh bersama (common enemy) maupun sebagai “jalan hidup/way of life” terutama untuk masyarakat yang lebih banyak menggunakan nalar mistik dari pada nalar empiric. Demikianlah, racun agama akan terus dihipnosiskan (disebarkan) kepada umat manusia, karena di sana banyak keuntungan yang bisa diperoleh bagi para pemimpin hypnotik, dan mereka bisa membagi-bagikan “rasa takut” itu kepada banyak orang. Prinsipnya, makin banyak orang yang takut maka semakin “muluslah” racun itu bekerja.

Oon:
yg geblek mah yg nge-doktrin..belum tahu pasti apa itu Tuhan/Alloh tapi bisa keukeuh mengklaim kebenaran..juga menakuti orang dgn kata sesat.

Anda adalah bagian dari Tuhan 

selain Anda/Aku maka ada Dia, Kami/kita dll, GABUNGAN SEMUA itulah Alloh/Tuhan yaitu Alam Semesta. 
sy kasih garansi dah, bahwa Alam Semesta adalah maha2, nyata, bukan tak pasti/abstrak..

,,,,nah ini dia, alloh yang suka nyiksa-nyiksa kayak begini adalah ciri khas dari allohnya orang timur tengah.
kalau Gusti Allohnya orang jawa mah, setahu saya gak pernah ngancam gak pernah nyiksa. Kayak preman pasar aja maen ancam-ancaman.,,,



Nah, yang begini ini kalau di bahasa Sunda disebut dipoyok, dilebok!  :@
Untuk mengetahui latar sejarah dendam turun-temurun kejawen terhadap Islam, silakan cari di web dengan kalimat kunci: [Ada Apa di Balik Aliran Sesat yang Melecehkan Islam?]

Lalu di sisi mana kalimat logis itu bisa disukai Iblis?
Pertama, yaitu dari sisi pengingkarannya pada Tuhan, kitab suci, para nabi, yang gaib (Iblis dan setan bahagia jika manusia mengingkari keberadaan mereka), dan takdir. Kedua, bahkan orang yang cukup luas berpengetahuan agama (Islam) pun ikut-ikutan tergelincir dengan permainan akal-akalan ini. Ini saya lihat pada sosok Wonkawam (sekarang ganti nick jadi Wong Awam).  :brow   Sungguh amat disayangkan… 


Di pihak lain, ada juga sosok sutradara muda di dunia perfilman Indonesia; Hanung Bramantyo, yang terkenal berkat film-film Islami kontroversialnya {yang mengandung propaganda Liberalis? :|| }


“Sebenarnya, menurut saya, agama adalah medium sebagaimana kalau saya mau makan yang saya makan itu bukan piringnya, tapi vitamin yang ada di dalam makanannya. Piring itu mau pakai porselen, pakai plastik atau pakai daun pisang, itu adalah medium. Nah, buat saya agama hanyalah medium. Substansinya saya bisa berdialog dengan Tuhan dan menghayati makna dari kata-kata Tuhan itu.“
 
“Pada saat proses pembuatan film Ayat-Ayat Cinta itu, saya tidak melakukan salat apa pun. Saya tidak salat. Itu pada saat bulan Ramadlan. Saya juga tidak puasa dan tidak berdoa. Saya mencoba untuk berkesenian total dan saya percaya dengan kemampuan otak saya…”.
(sumber: Eramuslim) 



Jika ada orang mengaku Islam, tapi terang-terangan membunuh syariat, maka apa pun yang keluar dari orang tersebut tidak layak diterima. Apakah itu ucapan, perbuatan, termasuk karya-karyanya meskipun bernuansa Islami. {saya belum pernah nonton film-film dia. Alhamdulillah, yah...}     :P       


“…barang siapa membenci sunnah-sunnahku, maka dia bukanlah termasuk golonganku”. (Bukhari dan Muslim).



Kedua sosok ini berasal dari dua kutub yang berbeda, tetapi mewakili satu sumbu ideologi yang sama: liberalisme. Yang satu tokoh kearifan lokal (padahal kitab “sastra jendra” tu dari kata bahasa sanskerta: India); yang satunya sosok pria trendi interlokal (suka gaul sama turis). 


Keduanya terlalu percaya diri dalam berkeyakinan. Dikiranya hukum syariat agama itu sekadar “cangkang” tak berguna sehingga manusia bisa langsung saja melompat ke “isi”. Ini jugalah gejala sekularisme keimanan: memisahkan yang zahir dari yang batin.


Seandainya hakikat kebertuhanan itu daging buah, maka agama adalah kulit buahnya. Siapa pun yang ingin merasakan nikmatnya daging buah, dia wajib menghadapi kulitnya dulu. Hukum syariat itu ‘kan hakikatnya pengupasan kesempurnaan jasad agar siap menerima yang qadim.


Hanya orang manja, kekananak-kanakan, dan pemalas yang ingin makan buah tanpa mengupas kulitnya dulu. Hanya orang tolol yang makan buah dengan sekaligus melabrak kulit-kulitnya. Apalagi kalau buah yang dia makan itu buah durian… xP  wkwkwkwkkw!  :r


Bersambung ke Primordialisme Berkeyakinan :mj

.


No comments:

Post a Comment