Islam itu berisi :

Islam itu berisi :

Wednesday, January 27, 2016

13. Fardhu 'Ain dan Jalan Istiqamah dalam Pengetahuan Hakiki


Fardhu `Ain: 
Yang Wajib Diketahui oleh Muslim Laki-laki dan Perempuan


ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu & janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yg tak mengetahui.[Q.S. Al- Jaatsiyah:18]


Peraturan yang ada di dalam agama itu ada masalah keislaman [rukun Islam], ada masalah keimanan [rukun iman], dan masalah keihsanan. Inilah fondasi agama.


Keislaman. Sempuranakan keislaman itu dengan pengetahuan fiqih [hukum syara`].
Keimanan. Sempurnakan keimanan itu dengan menggunakan pengetahuan tauhid; menggunakan hukum aqli.
Keihsanan. Sempurnakan keihsanan itu dengan hakikat dan makrifat yang ada dalam tasawwuf.


Mengapa orang tasawwuf kebanyakan membenci orang tauhid? Padahal orang tauhid selalu mendukung selama tasawwufnya benar: selama prinsip hakikat dan makrifat yang dipegangnya sesuai dengan fondasi prinsip-prinsip tauhid yang hakiki. Tasawwuf harus hati-hati. Jangan salah memegang hakikat-makrifat. Kalau salah, bisa-bisa jatuhnya zindik.

Jadi, di dalam agama ada rukun Islam, rukun iman, dan rukun ihsan. Yang dikatakan rukun di dalam agama ini sifatnya wajib. Shalat saja salah rukunnya, batal: tidak diterima. Rukun berlaku sewaktu kita sedang mengerjakan ibadah. Sebelum mengerjakan ibadah, berlakulah syarat. Maka dalam ibadah perlu kita ketahui syarat, rukun, dan pembatalnya. Inilah ilmu fardhu `ain yang wajib diketahui oleh setiap muslim laki-laki dan muslim perempuan. Mau tidak mau, siapa belum mengetahui ilmu fardhu `ain, musti balik lagi ke pelajaran SD dulu mengenai paham dan amal dalam beragama.

Masalah pondasi dalam agama ini jangan disepelekan. Api besar itu asalnya dari api kecil. Ingat ada riwayat ketika Nabi Muhammad Rasulullah Saw. beserta sebagaian sahabat terhenti langkah di depan sebuah makam orang Islam. Ketika ditanya, rupanya sang ahli kubur sedang disiksa hanya karena selama hidup dia tidak ber-istibra setiap sehabis buang air kecil!

Kita saja merasa diri ini dijadikan oleh ibu-bapak kita [alih-alih merasa dijadikan oleh Allah], batal shalat kita, batal pula syahadat kita. Beginilah caranya orang tauhid mengingatkan jalan syariat. Kita sesama muslim ini perlu saling mengingatkan karena manusia itu tidak luput dari lalai dan lupa.

Bagaimana nur cahaya ilmu akan terpancar pada wajah kita kalau kebersihan lahiriah ini disepelekan. Kalau zaman dahulu, kelihatan orang ahli ibadah itu cerah dirinya, seperti bercahaya-cahaya. Sampai wafat pun kelihatan terpancar cahaya itu pada jasadnya. Mudah-mudahan pada era sekarang ini cahaya-cahaya ibadah itu juga mulai terpancar lagi pada setiap umat Islam. Aamiin.

Ini semua karena setiap pekerjaan syariat itu ada hikmahnya. Seperti kita melihat garam. Syariatnya kita melihat segandu garam. hakikatnya air lautlah itu.
 

Demikian juga kita melaksanakan perintah dan larangan dalam syariat, seremeh apa pun, itu sama kita dengan mengerjakan "segandu garam" dengan hikmah "seluas samudera".


Itulah betapa dalam bersyariat, ada hikmah besar. Apalah artinya bersyariat kalau kita tidak paham soal hakikat dan hikmah. Contoh: membasuh muka selepas bangun tidur, pasti berbeda hikmahnya dengan membasuh wajah pada saat kita berwudhu. Demikian seterusnya dengan anggota zahir ini, berbeda nilai pekerjaan kita yang di luar syariat dengan yang di dalam syariat.

Dari sini tampaklah sudah, betapa pekerjaan syariat itu banyak hikmahnya. Sampai-sampai Imam Ghazali mengajarkan wirid-wirid ketika kita membasuh setiap anggota zahir dalam aktivitas berwudhu. Tentulah wirid-wirid ini mengandung hikmahnya tersendiri. Juga jangan dilupakan pengetahuan tentang  tentang najis lahiriah [semua orang tahu] dan najis batiniah [ujub, riya, sum'ah takabur, dll].
 

Kita harus tahu, bahwa yang disukai Allah itu orang yang shalatnya tepat waktu, bukan masalah diterima atau tidaknya shalat itu. Yang tepat waktu ini yang disukai Allah.


Mengapa saya bawa Anda ke bawah dalam persoalan ini? Karena kebanyakan manusia, kalau sudah duduk di tempat tinggi, lupa dengan tempat yang di bawah. Contoh: dahulu kuliah di jurusan hukum, begitu menjadi pejabat yang diberi kepercayaan menegakkan hukum, malah jadi makelar hukum. Memanipulasi hukum, lupa dengan idealisme ketika masa sekolah dulu. Bukankah hukum itu untuk menegakkan keadilan?

Di dunia saja sudah kelihatan yang bersalah itu kena hukum. Apa di alam barzakh dan alam akhirat tidak berlaku hukum?
 

Senang di dunia ini masih ada campur susahnya, Susah di dunia ini masih ada campur senangnya. Tapi kalau di alam barzakh dan alam akhirat, kalau senang, senang selamanya; kalau susah, susah selamanya.


Orang-orang yang dalam maqam sirr-nya, matanya selalu dibasahi air mata melihat keadaan yang berlaku di dunia ini. Karena orang yang sudah didudukkan Allah di maqam sirr, banyak melihat manusia sudah tertipu dengan kehidupan dunia. Janganlah kehidupan dunia ini memperdaya kita.

Kenanglah bagaimana Sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq, mendengar lantunan ayat-ayat Kalam Allah dalam Quran saja, menangis sampai air mata beliau membasahi tempat sujudnya. Ini baru hal keadaan beliau mendengar lantunan Qurani saja.


Jalan Istiqamah dalam Pengetahuan Hakiki

Tetapkan pandangan hati kita kepada Zahiru Rabbi sampai hati kita esa dengan Zahiru Rabbi. Hati yang mengenal Allah itu adalah hati yang menyatakan Adanya Allah itulah sebab adanya alam. Hati yang tidak mengenal, akan mengatakan dari adanya alamlah kita mengetahui Adanya Allah. Sebenarnya Adanya Allah-lah yang menetapkan adanya alam. Letakkanlah Allah pada kedudukan yang layak bagi-Nya.


Sabda Nabi Muhammad Saw.
"Qalbun mu`min baitullah."


Dahulukanlah Pencipta itu yang ADA. Tanpa Pencipta, tentulah tidak ada alam. Jangan alam-alam ciptaan-Nya itu yang ditempatkan di hati. Tetapkanlah segala sesuatu dalam hati kita itu dari asal-mulanya. Asal-mulanya ini yang kita yakini. Siapa asal-mulanya? Tentulah Allah. Jadi dalam segala sesuatu itu, tauhidkan dulu.

Contoh:
Asal-mulanya kita memandang ini dari mana? Dari Allah.
Segala yang kita pandang ini dari mana? Juga dari Allah.
Inilah yang dinamakan
al `abiduuna ma buduuna wahidun. Yang memandang dan yang dipandang: satu. Yang mengenal dan yang dikenal: satu. Yang menyembah dan yang disembah: satu. Kalau sudah satu: esalah itu. Maka dalam segala-galanya, dahulukanlah tauhid. Maksudnya, dahulukan Pencipta.

Allah itu Maha Melihat. Dalam kita melihat apa saja, tetap kita berkeyakinan Allah Maha Melihat. Jadi siapa yang melihat itu? Yang dilihatkankah atau Yang Maha Melihat yang melihat? Kalau dikembalikan ke tauhid, ya Allah-lah yang Maha Melihat itu yang melihat, bukan kita.

Allah itu bukan gaib, Allah itu Raib. Tidak memerlukan dalil untuk mengetahuinya. Bukan adanya alam ini yang dipakai seorang hamba untuk sampai kepada Diri-Nya, melainkan karunia Allah jugalah yang dapat menyampaikan seorang hamba kepada Diri-Nya. Jadi, yang namanya karunia Allah itu tidak bergantung pada banyak-sedikitnya amal dan tidak bergantung pada berkilo-kilometer washilah. Sebab karunia Allah itu tersembunyi. Meskipun tersembunyi, karunia Allah ini dapat dirasakan oleh anggota zahir.

Rahasia-Nya yang ada pada anggota zahir ini yang dapat merasakan. Pandang Zahiru Rabbi itu, dapat dirasakan keadaan-Nya diam. Kalau sudah dapat keadaan-Nya dirasakan diam, samakanlah diam Zahiru Rabbi itu dengan diam Ruhul Quddus yang ada di sama-tengah hatimu [pusat;puser;udel]. Jadi yang sebenar-benarnya, bukan kita mendiamkan, melainkan menyamakan diamnya Zahiru Rabbi dengan Ruhul Quddus. 

Zahiru Rabbi
 inilah kemahaesaan Tuhan. Inilah Rahasia Kemahaesaan Tuhan. Rahasia Kehamaesaan Tuhan itu, pada diri kita, ada di sama-tengah hati, yaitu Ruhul Quddus yang memiliki sifat keagungan dan kemuliaan. Inilah jasadnya Rasulullah.


Coba samakan diamnya Zahiru Rabbi dengan Ruhul Quddus, kalau saat itu kamu dikaruniai Allah, siapa bilang tidak bisa melihat Rasulullah Saw. selagi hidup? 


Kita ini dikaruniakan Allah agar dapat mendengan dia [Ruhul Quddus] bicara. Ketika itu kita merasakan nikmatnya. Apalagi kalau dikaruniakan melihat diri yang selama ini kita rindukan. Mungkin Anda tidak akan berhenti menangis karenanya.


Di luar segala sesuatu, Tuhan yang Ada. Kedua, ditajallikan-Nya Cahaya Diri-Nya. Inilah yang dikatakan sebagai Sifat Jalal [Kebesaran]. Tuhan mentajallikan Cahaya Diri-Nya, tentulah Tuhan itu "terlindung" oleh Cahaya-Nya. [Sekadar untuk mendekatkan paham: kawat bola lampu yang menyala terlindung oleh pijarnya sehingga tidak tampak di mata kita] Walaupun "terlindung", tidak kelihatan, tetapi Zat-Nya, Sifat-Nya, Asma-Nya, Af`al-nya dizahirkan-Nya menjadi sekalian alam. Itulah maka dikatakan Tuhan itu tidak ber-Zat, tidak ber-Sifat, tidak ber-Asma, dan tidak ber-Af`al.


"Jangan kausembah Zat-Ku, Sifat-Ku, Asma-Ku, Af'al-Ku. Sembahlah AKU." [Hadis Qudsy]


Zahiru Rabbi [Zat, Sifat, Asma, Af'al] ini Af'al Allah. Artinya Tubuh Allah Ta`ala. Kenallah Allah itu. Bagaimana Allah itu? Jauh tiada kesudahan, dekat tidak ada antara atau tidak bersentuh. Kalau sudah paham mengenai ini, maka yang dimaksud dengan  DIAM-TAFAKUR itu bukan mendiamkan jasad, melainkan menyamakan diamnya Ruhul Quddus di dalam pusat dengan diamnya Zahiru Rabbi. Kalau sudah sama, tentulah satu. Yang dinamakan satu itu, diam yang "di dalam" pusat dengan diam yang "di luar" sama. Itulah esa.

Masalah ini tidak bisa didapat hanya dengan paham, 70% didapat dengan jalan praktik. Praktik itulah pengalaman. Ingat pepatah: "Pengalaman itu guru yang terbaik." Praktikkan saja dulu, tahan dulu niat Anda berbantah-bantah mengenai ini. Praktikkan saja dulu jika mau.

Zahiru Rabbi ini Tubuh ["Wadah"] alam. Tubuh alam ini Meliputi sekalian alam. Tubuh alam ini Tubuh Allah Ta`ala.


أَلَآ إِنَّہُمۡ فِى مِرۡيَةٍ۬ مِّن لِّقَآءِ رَبِّهِمۡ‌ۗ أَلَآ إِنَّهُ ۥ بِكُلِّ شَىۡءٍ۬ مُّحِيطُۢ
Ingatlah bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam keraguan tentang pertemuan dengan Tuhan mereka. Ingatlah, bahwa sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu. [Q.S. Fushilat: 54]


Pertama Tuhan.
Kemudian Cahaya Diri Tuhan [Nur Ilahi].
Ketiga, Nur Muhammad.
Kemudian isi-isi alam (langit, bumi, manusia, dan lain-lain).
Inilah skema pengenalan untuk jalan kita menuju Tuhan.

Jadi, Tubuh Allah ini tubuh siapa? Tubuh Rasulullah Saw.
Kenal Rasulullah, kenallah Allah.
Bertemu Rasulullah, Bertemullah dengan Allah.
Begitulah jalan cerita hakikinya.


Peringatan keras:
Kaji di atas jangan dipandang sebagai prinsip emanasi yang dipegang orang di luar Islam tentang ketuhanan ya.
  • Emanasi = Tuhan memecah Diri-Nya jadi makhluk2. <== ini penyebab munculnya pemikiran hulul dan ittihad itu. 
  • Hulul dan ittihad = penyatuan, atau peleburan Tuhan dan manusia. Hulul dan ittihad <== haram dan syirik

Yang diajarkan Rasulullah Saw. itu: Allah, Cahaya Diri-Nya, Nur Muhammad, sekalian alam itu ESA bukan bersatu, bukan menyatu, bukan melebur, bukan memecah, melainkan esa.

Air asin dan air tawar di muara sungai bercampur tapi tidak satu; satu tapi tidak bercampur. Begitulah Nur Ilahi dengan Nur Muhammad. Asal kita sudah tahu pahaman ini, cukuplah. Tidak bingung lagi soal kedudukan Nur Ilahi dengan Nur Muhammad Kenal ini, sudah selamat. InyaAllah.

Boleh diperhatikan, kalau ada satu wilayah tidak ada satu pun yang mengenal Tubuh Zahiru Rabbi, lihatlah kehidupan wilayah itu akan papa: susah penghidupan dan banyak bencana.


Sebenarnya ini ialah kerahasiaan Allah yang sebenar-benarnya. Karena saya sudah merasakan kita ini sudah satu jemaah, maka tidak ada salahnya kita saling menunjukkan. Karena sesama Islam ini "innamal mu'minuuna ikhwatun"; saling bersaudara. Ayolah, pandai-pandailah kita menyimpan rahasia. Jangan sampai kita ada durhaka kepada Allah Swt. dan Rasulullah Saw.

- Syaikh Siradj -



.


No comments:

Post a Comment